Entri Populer

Sabtu, 24 Desember 2011


Membangun Budaya Baca dengan Perpustakaan Keliling

Oleh: Adi Ngadiman,S.Pd,MM. 

Bila buku sebagai jendela ilmu pengetahuan, maka perpustakaan adalah gudangnya. Karena perpustakaan menyimpan buku-buku dan beragam jenis informasi yang dapat diakses dengan mudah oleh para pengunjungnya. Perpustakaan juga secara tidak langsung menjadi “pasar” bagi para transaksional ilmu pengetahuan, tempat bertemunya para “pembeli” ilmu pengetahuan dan beragam informasi yang harganya tidak dapat di ukur dengan materi.

Buku dan perpustakaan dua sejoli yang dirindu dan dibutuhkan oleh siapapun. Namun terkadang, tidak jarang diantara kita mengabaikannya. Fakta, bahwa banyak daerah di Indonesia membutuhkan buku-buku yang bermutu dan belum tersentuh perpustakaan namun di sisi lain perpustakaan yang sudah ada minim sekali pengunjung.

Memaknai Perpustakaan

Perpustakaan selain disebut sebagai gudang ilmu pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai sumber informasi dan tempat rekreasi, mengapa demikan? Pertama, perpustakaan dalam skala yang kecil sekalipun, tetap dapat dijadikan rujukan untuk berbagai informasi yang kita butuhkan. Kedua, selama di perpustakaan seseorang dapat membawa imajinasinya ke tempat dimanapun dan rentang waktu kapanpun di dunia melalui buku.

Ketiga, pada perpustakaan tertentu, tidak hanya menyediakan buku-buku dan sumber informasi tetapi juga menyediakan alat-alat permainan edukatif, yang memungkinkan para pengunjung dapat belajar sambil bermain. Keempat, perpustakaan juga dapat dijadikan sebagai sarana rujukan dalam tugas-tugas belajar yang dibebankan oleh guru/dosen. Kelima, perpustakan dapat menjadi tempat ”pelarian” bagi kita yang sudah mulai jenuh dengan hiruk pikuk suasana kerja/belajar.

Dengan pemaknaan di atas, perpustakaan tidak lagi sebagai tempat yang “angker”, sepi dan tempat hukuman bagi para siswa yang di anggap bermasalah, perpustakaan juga tidak lagi identik dengan kumuh, debu dan kaku. Konsekuensinya, perpustakaan harus dapat menyesuaikan dengan kondisi kekinian dan selera yang dapat diterima “pasar” baik tampilan maupun isinya.

Kondisi Perpustakaan di Tanah Air
Perpustakaan di Indonesia masih belum memadai, baik dari segi kuantitas dengan melihat ketersediaan perpustakaan di berbagai wilayah Indonesia dan segi kualitas yang menitikberatkan pada bagaimana pengeleloaan perpustakaan agar sesuai dengan apa yang diharapkan di atas. 

Selain perpustakaan yang dikelola oleh pemerintah melalui perpustakaan daerah, nyaris tidak ada lagi perpustakaan umum yang dapat di akses dengan mudah oleh pengunjung. Kalaupun ada, perpustakaan itu dibangun oleh lembaga besar atau individu yang memiliki dana banyak yang mampu membangun perpustakaan. Itu pun hanya lembaga besar atau individu yang memiliki kesadaran bahwa perpustakaan merupakan asset yang berharga.

Perpustakaan-perpustakaan yang sudah ada saat ini, kondisinya pun relatif memprihatinkan karena pengelolaan yang seadanya dan orang-orang yang bekerja didalamnya pun hanya sebagai pelengkap dan bukan sebagai idaman. Terkesan main-main, tidak serius atau terlalu kaku dalam menemui para pengunjung. 

Melihat kondisi yang miris tersebut,bagi lembaga sosial kemanusiaan yang memiliki perhatian cukup tinggi dalam bidang pendidikan, mencoba memberikan alternatif program perpustakaan, kecil dan sederhana namun dapat memberikan makna yang lebih kepada masyarakat terutama para pengakses perpustakaan dan pecinta buku.

Perpustakaan Keliling sebagai Model
Dalam kiprahnya sebagai lembaga yang peduli terhadap perbaikan masa depan,perlu mengembangkan program-program perpustakaan yang terintegral dalam program pendidikan.Perlu mengembangkan program perpustakaan keliling di landasi beberapa hal sebagai berikut:

1.    Perpustakaan keliling dapat menjangkau daerah-daerah yang terpencil
2.    Bersifat aktif, artinya tidak menunggu para pembaca yang datang, tetapi menjemput anak-anak dan para pengunjung untuk dapat membaca.
3.    Suasana bersifat mobile, tidak monoton, kaku dan “angker”
4.    Program perpustakaan keliling relatif lebih murah

TPP Guru Honorer Distop 



.

Bagi Guru Nakal, TPP Dikembalikan ke Negara
Besok (25/11) seluruh guru di Indonesia merayakan Hari Guru yang ke-66. Diperkirakan, tidak ada suka cita dan proses tiup lilin dalam perayaan hari ulang tahun guru ini. Pasalnya, penyaluran tunjanganan profesi pendidik (TPP) bagi guru tidak tetap (GTT) atau guru honorer bakal distop. Selain itu, bagi guru yang terbukti nakal saat proses sertifikasi guru, TPP terancam harus dikembalikan ke kas negara.
Ancaman keras ini tertuang dalam surat edaran yang diteken Sekretaris Jendral (Sekjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ainun Na’im. Surat edaran ini juga ditembuskan mulai dari menteri hingga jajaran eselon satu lingkungan kementerian berslogan Tut Wuri Handayani itu.
Ada beberapa poin penting dalam surat edaran bernomor 088209/A.C5/KP/2011 ini. Poin pertama, ditujukan untuk GTT atau guru honorer dimana SK pengangkatannya bukan oleh pejabat yang berwenang, dan gajinya bukan dari APBD atau APBN. Guru honorer yang digaji non APBD atau APBN ini, lazim disebut guru honorer kategori II. Dalam surat edaran tadi, guru honorer kategori II ini tidak bisa disertifikasi.
Ketentuan serupa juga ditujukan untuk GTT atau guru honorer di sekolah swasta yang SK pengangkatannya bukan oleh yayasan. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo di Jakarta kemarin (23/11), ada beberapa guru honorer di sekolah swasta yang mengantongi SK dari kepala sekolah. "SK-nya bukan dari ketua yayasan," kata dia.
Menurut surat edaran dari Sekjen Kemendikbud ini, jika ditemukan guru honorer kategori II atau guru honorer di sekolah swasta dengan SK pengangkatan bukan dari yayasan yang ditetapkan lolos sertifikasi, dinyatakan agar tidak dibayarkan TPP-nya.
Dalam surat edaran ini, kepala dinas pendidikan kabupaten dan kota dihimbau untuk memverifikasi dengan benar daftar calon penerima tunjangan sertifikasi. Jangan sampai tunjangan dikucurkan untuk dua kategori guru honorer tadi.
Dalam surat ini, aturan sertifikasi seperti tertuang dalam ayat 5 pasal 63 PP 74 Tahun 2008 tentang tentang Guru harus benar-benar ditegakkan. Diantaranya, Kemendikbud mengancam akan memberhentikan atau memecat guru jika terbukti memperoleh sertifikat dengan cara melawan hukum.
Konsekwensi dari pemecatan ini, guru yang bersangkutan harus mengembalikan seluruh TPP yang sudah diterima selama ini. Khusus ancaman kedisiplinan dalam memperoleh sertifikat ini, berlaku baik untuk guru honorer maupun guru PNS. Kemendikbud juga akan memberikan surat teguran kepada dinas pendidikan kabupaten, kota, hingga provinsi jika ditemukan ada praktek melanggar hukum dalam penetapan sertifikasi guru.
Lebih lanjut Sulistyo mengatakan, surat edaran ini benar-benar menakutkan bagi guru honorer yang penghasilannya bukan dari APBN atau APBD. "Jika ada yang sudah dinyatakan lolos (sertifikasi guru, Red), terus tunjangannya ditarik kan kasihan," katanya. Meskipun begitu, Sulistyo mengakui jika dalam aturannya memang guru honorer yang boleh mendapatkan kucuran TPP hanya yang mendapatkan penghasilan dari APBN dan APBD.
"Pertanyaannya sekarang, kenapa mereka bisa sampai lolos sertifikasi. Berarti dalam sistemnya ada lobang," ujar pria yang juga menjadi anggota DPD asal Provinsi Jawa Tengah itu. Sulistyo menegaskan, dalam kasus lolosnya guru honorer kategori II dalam program sertifikasi guru tidak bisa semata-mata menyalahkan guru.
Sulistyo juga meminta panitia sertifikasi guru mulai dari dinas pendidikan kabupaten/kota, provinsi, hingga perguruan tinggi harus dievaluasi kenapa ada guru yang seharusnya tidak lolos sertifikasi kok diloloskan. Evaluasi juga harus dilakukan pada perwakilan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP-PMP) Kemendikbud di tingkat provinsi hingga di pusat.
Begitu pula terhadap ancaman pengembalian uang TPP karena guru terbukti melanggar hukum saat mendaftar sertifikasi. Diantaranya memalsukan ijazah atau menyuap pejabat dinas pendidikan. Sulistyo meminta tidak hanya guru yang disalahkan. Tetapi pejabat di dinas pendidikan yang meloloskan ijazah palsu atau penerima suap ini juga harus ditindak tegas.
"Logikanya, jika prosesnya sudah salah kok hanya gurunya saja yang disalahkan," tegas Sulistyo. Dia tidak ingin kasus ini terjadi dalam sertifikasi tahun depan. Dia mengakui, akibat dari keluarnya surat ini muncul keresahan di beberapa kota. Diantaranya yang menonjol di Kota Bandung.
Di kota lautan api itu, sejumlah guru honorer kategori II yang siap mengikuti proses sertifikasi protes. Pasalnya, mereka merasa terancam tidak bisa ikut sertifikasi gara-gara surat edaran Kemendikbud tadi. Padahal, diantara mereka sudah terdaftar dalam data nomor unik pendidik dan tenaga pendidikan (NUPTK) online BPSDMP-PMP Kemendikbud.
Di bagian lain, pihak BPSDMP-PMP Kemendikbud selaku ujung tombak sertifikasi guru menanggapi enteng surat edaran tadi. Kepala BPSDMP-PMP Kemendikbud Syawal Gultom saat ditemui di kantornya mengatakan surat edaran tadi tidak bisa dipandang kaku. "Surat itu sifatnya kontekstual," kata dia.
Gultom mengatakan, ada laporan guru yang memperoleh sertifikasi ternyata tidak mengajar sesuai ketentuan yaitu 24 jam per minggu. "Sudah nyata-nyata tidak sesuai ketentuan, masak harus dipaksakan menerima tunjangan (TPP, Red)," terangnya.
Untuk itu, Gultom berharap guru-guru tidak terlalu risau dengan keluarnya surat edaran tadi. Dia menandaskan, surat edaran ini dikeluarkan murni untuk menegakkan aturan pengucuran TPP. Pihak Kemendikbud hanya ingin memastikan TPP dikucurkan kepada guru yang benar-benar layak menerima.
Gultom juga mengatakan, tidak benar jika upaya penyetopan ini didasari karena kuangan negara yang menipis. Dia menandaskan, pemerintah sudah menyiapkan duit untuk TPP guru hingga periode pembayaran 2012 nanti. Dia masih belum berani membeberkan apakah dengan keluarnya surat ini akan mempengaruhi database calon peserta sertifikasi guru 2012 yang sudah terdata rapi di tempatnya.

JURNALISTIK DAN PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh : Adi Ngadiman,S.Pd,MM.
Sebagian perilaku pelajar yang tampak, dinilai semakin menjauh dari nilai-nilai dan budaya bangsa. Degradasi moral terwujud dalam aksi kekerasan, tawuran, pornografi, dan merosotnya etika. Kasus-kasus semacam ini masih terjadi dan bukan monopoli pelajar di perkotaan. Beberapa waktu terakhir, kasus video mesum dan tindakan asusila bahkan terjadi di sekolah yang tergolong daerah pinggiran. 
ADA keprihatinan, kegelisahan, dan gugatan. Ada anggapan pendidikan cenderung hanya menekankan kepada aspek kecerdasan dan mengabaikan aspek lainnya. Institusi sekolah menjadi ujung tombak untuk menangkal perilaku negatif, bahkan hakikatnya untuk membentuk sifat-sifat positif dalam diri siswa.
Kini muncul tuntutan yang menekankan pentingnya pendidikan budaya dan karakter bangsa. Istilah yang dikenal sekarang adalah pendidikan karakter bangsa. Implementasinya melalui pendidikan per sekolah. Ia tidak merupakan materi pelajaran tersendiri, karena merupakan pendidikan nilai yang bersifat pengembangan. Jadi memerlukan waktu yang cukup panjang untuk melihat hasilnya. 
Pendidikan karakter melekat pada semua pelajaran dan tindakan pendidikan. Model pendidikan karakter berbeda dengan mata pelajaran. Ia menjadi bagian dari seluruh proses pembelajaran.
Salah satu persyaratan untuk keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter adalah keterampilan guru dan pendidik serta adanya minat dan kemauan dari peserta didik. 
Dahulu di sekolah ada pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dan sebagainya yang intinya dimaksudkan membentuk sikap peserta didik sejalan dengan nilai serta budaya bangsa. Akhirnya, diakui menjadikan pendidikan nilai dan moral sebagai mata pelajaran justru terjebak ke ranah kognitif semata-mata. Bukan pada pembentukan sikap dan perilaku peserta didik. 
Di antara banyak model dan pendekatan pembelajaran, jurnalistik dapat menjadi pilihan untuk memasukkan nilai-nilai karakter bangsa. Berbagai unsur pendidikan dan pembelajaran dalam jurnalistik menjadi salah satu pilihan dalam pendidikan karakter bangsa. 
Memang ada banyak gagasan terkait bagaimana pendidikan moral, budi pekerti, dan etika diterapkan di sekolah. Mulai dari menghidupkan kembali pendidikan moral Pancasila, rekonstruksi pendidikan sejarah perjuangan bangsa, penambahan jumlah jam dan metodologi pembelajaran agama, menghidupkan lagi kegiatan Pramuka sebagai kegiatan wajib, sampai usulan penambahan mata pelajaran baru yang bermuatan tentang moral dan etika, dan sebagainya. Tetapi pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan pendidikan karakter bangsa pada semua sekolah dengan memberikan dukungan pembinaan.
Secara konseptual, pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Inilah suatu tujuan besar pendidikan.
Pendidikan menekankan pada pembentukan manusia seutuhnya yang mampu mengantisipasi berbagai tantangan di masa datang. Manusia yang berbudaya adalah yang memiliki cita rasa seni, keseimbangan diri dalam hal emosional. Produk pendidikan diharapkan memiliki keseimbangan antara kecerdasan, keterampilan, dan berbudi pekerti luhur.  
Salah satu pintu masuk untuk menanamkan karakter bangsa adalah melalui pendidikan jurnalistik. Ini dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun integratif dalam pelajaran bahasa. Ekstrakurikuler adalah sarana untuk memberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan bagi siswa di mata pelajaran wajib kurikuler. Ia membekali siswa berbagai keterampilan yang di antaranya adalah keterampilan lunak. 
Di sinilah pentingnya menyelenggarakan kegiatan yang mampu menggugah jiwa dan semangat pantang menyerah, membangun daya juang, namun tetap menarik minat siswa dan bahkan menjadi ajang menggali dan mengembangkan potensi yang selama ini dimiliki siswa. Jurnalistik dapat menjadi salah satu kegiatan ekstrakurikuler, di samping yang telah ada selama ini. Siswa juga menjadi memiliki pilihan untuk mengembangkan potensi dirinya. 
Di beberapa sekolah, telah ada kegiatan majalah dinding, bahkan SMA telah ada radio penyiaran. Survei sederhana menunjukkan bahwa animo siswa untuk mengikuti kegiatan jurnalistik ini cukup tinggi. Ada rasa keingintahuan yang membuncah di kalangan siswa, tentang profesi jurnalis: bagaimana membuat berita, bagaimana menerbitkan koran, bagaimana mendirikan radio, bagaimana membuat program acara televisi yang bermanfaat.
Profesi jurnalis dilihat sebagai profesi yang memiliki prestise, mulia, menjanjikan, dan menarik untuk dilakoni. Di mata siswa, jurnalistik adalah kegiatan penuh tantangan dan menyenangkan. Hal ini dapat memacu mereka untuk berkreasi dan mewujudkan karya jurnalistik. 
Hanya memang, di sebagian siswa ataupun sekolah, terdapat keterbatasan-keterbatasan, baik pengetahuan maupun sarana dan prasarana. Permasalahan ini perlu dijembatani atau dilakukan langkah terobosan. Perlu penambahan sumber daya baik fisik maupun sumber daya manusianya. Bisa juga dilakukan kolaborasi dengan institusi atau pihak-pihak lain. 
Nilai-nilai jurnalistik bagi siswa selain memberikan bekal keterampilan mengumpulkan informasi, menyusun dan mengelola, sampai menyebarluaskan informasi, juga menanamkan sikap kejujuran, mengungkapkan kebenaran, komunikasi dan interaksi sosial, kesopanan, serta kerja sama dalam tim. 
Melalui kegiatan jurnalistik dapat ditanamkan semangat juang pantang menyerah, kreativitas dan inovasi, kesetaraan, serta pluralitas. Semangat kewirausahaan juga terwadahi melalui bagaimana siswa ’’memasarkan’’ ide atau pendapatnya. Siswa juga dibelajarkan bagaimana menghargai karya orang lain dan bagaimana etika dalam menulis. 
Siswa juga dibelajarkan bagaimana memfilter informasi yang bermanfaat dan mana saja informasi yang bersifat sampah. Di tengah kemajuan teknologi komunikasi dan banjir informasi, anak-anak rentang menerima informasi yang tidak bermanfaat.
Jurnalistik di sekolah dapat membangkitkan kebanggaan yang menjadi modal untuk terus berprestasi. Karya tulis siswa yang dipajang di majalah dinding dapat menumbuhsuburkan rasa percaya diri serta mendorong untuk terus berkarya lebih baik lagi. Siswa lainnya juga dapat mengambil pelajaran dari mereka yang berkarya.
Secara konseptual, hasil belajar akan lebih bermakna dengan adanya penguatan atau unsur reward baik dari pendidik maupun dari lingkungan. Contohnya, karya tulis siswa yang dipajang di majalah dinding, atau karya puisi yang dibacakan di depan khalayak, atau karya tulis lainnya yang dijadikan bahan diskusi oleh kelompoknya, dan sebagainya, menjadi ’’pemicu dan pemacu’’ kreativitas siswa.
Kemampuan menulis juga dapat dipandang sebagai salah satu gerbang untuk belajar banyak hal; menyampaikan gagasan, keberanian berpendapat, dan kebebasan berekspresi yang harus dilandaskan pada sikap tanggung jawab. Sedangkan kemampuan menulis harus dibarengi dengan kegiatan membaca, yang juga merupakan pintu bagi belajar apa pun. 
Secara teknis, dunia penulisan dan jurnalistik memiliki aturan-aturan dan mekanisme sendiri. Inilah yang perlu dikenalkan atau ditanamkan kepada para siswa. Jelas bahwa nilai-nilai jurnalistik dapat mendorong tumbuhnya bibit-bibit kreatif di sekolah yang memiliki semangat wirausaha. 
Dunia penulisan adalah dunia kreatif. Suatu tren masa kini yang sangat menghargai kreativitas. Karya tulis yang dihasilkan jurnalis adalah produk kreativitas. Pilihan menjadi jurnalis berarti kesediaan dan kesiapan diri untuk memasuki dunia kreatif. 
Minat menjadi jurnalis di kalangan generasi muda seiring dengan kian berkembangnya industri media massa. Gerakan reformasi di akhir 1990-an telah mendorong terwujudnya kebebasan mengemukakan pendapat yang dibarengi dengan tumbuhnya industri media massa, baik cetak maupun elektronik. Akhirnya, profesi jurnalistik cukup menjanjikan sebagai salah satu pilihan generasi muda di masa datang. Dunia penerbitan dan penyiaran juga membutuhkan kader-kader profesional yang diawali dari pendidikan di bangku sekolah. (*)

Semut gambaran kegigihan

Pada awal berita PHK akan di sampaikan saya benar benar cemas,maklum sebagai pegawai administrasi bagaimana saya punya koneksi..saya berharap saya tidak ikut dalam daftar PHK…”
“Namun sia sia harapan saya tidak terwujud dan ketakutan saya terbukti …saya dipecat.Dengan pesangon yang tidak cukup banyak saya berada dalam kondisi cemas malu bingung bercampur menjadi satu.Punya niatan berwira usaha ..namun teman teman sesame PHK mengatakan kalau tidak punya pengalaman wira swasta bisa bangkrut.Tambah ciut nyali saya…”
“Keuangan kian menipis karena habis untuk kebutuhan sehari hari .saya sih mencoba kulakan baju anak anak dan baju bayi …lagi lagi saya bingung bagaimana memulai menjualnya….saya coba tawarkan tetangga kiri- kanan …nggak ada yang mau sambil saya merasa mereka melihat dengan mata kasihan..
Bertambah lah persoalan saya saya jadi minder ditambah sekarang dagangan nggak laku…stress ..ya. ..”
“Ditengah kegalauan saya ,saya melihat seekor semut hitam kecil merayap didinding sambil membawa serpihan biscuit yang lebih besar dari tubuh semut.Lantaran nggak ada yang saya kerjakan saya coba perhatikan apa yang dilakukan semut tadi.Seperti semut tadi berkali kali terjatuh …tapi begitu dia terjatuh atau makanan terjatuh dia berusaha mengangkat kembali dengan bersusah payah makanan yang dibawanya. Saya mencatat semut itu jatuh bangun lebih dari 35 X ,setelah yang ke 36 X dia mulai bisa merangkak sampai separuh embok dan bertemu dengan semut lainya .Untuk kemudian digotong bareng hingga semut tadi sudah hilang dibalik dinding.Dari sanalah saya baru sadar bahwa saya harus belajar dari perilaku semut yang membanggakan itu.Saya mencoba baru beberapa kali ..sedangkan semut itu jatuh bagun bersusah payah bangkit lebih dari 36 X…’
“Setelah itu saya bersemangat,mengetuk tiap rumah ,tiap sekolah ,tiap kantor untuk bertemu banyak orang menawarkan dagangan setiap semangat mulai melemah saya mengingat semut tadi…sampai akhirnya saya sukses seperti sekarang ini”.
Intinya kank,menjaga agar impian selalu terlihat didepan mata sehingga saya bersemangat mencapainya.Kedua: Yakin dengan masa depan dan bergembira dalam memperjuangkan keyakinan itu seperti semut itu tetap semangat mengangkat potongan biscuit .ketiga ;Tangguh ,tidak mudah putus asa bila gagal,semut tadi berkali jatuh dari tembok terus bangkit dan mengangkat lagi tanpa menyerah.”sepertinya kalau kita tidak memegang prinsip ini kita kalah sama semut”.

Rabu, 21 Desember 2011


Sekolah Aneh, Guru Lebih Banyak dari murid

Aneh tapi nyata. Jika sekolah lain kekurangan guru, maka berbeda halnya dengan SMPN 5 SATAP Uma Buntar.
Sekolah ini justru memiliki guru lebih banyak dibanding siswanya.
Konidisi ironi ini diadukan warga Uma Buntar,  Zulkarnaen pada Komisi IV DPRD Kabupaten Sumbawa .
“SMPN 5 SATAP memiliki guru sebanyak 25 orang, sementara siswanya hanya 19 orang,” ungkap Zulkarnaen.
Bahkan untuk membayar insentif Guru Tidak Tetap (GTT) 100 ribu setiap bulan,  Kepala Sekolah setempat menggunakan dana BOS.
Zulkarnaen menambahkan, sekolah itu tidak memiliki rencana kerja termasuk perbaikan komponen dan juga rencana kerja tahunan yang menjadi dasar pengelolaan sekolah.
Dalam membuat rencana kegiatan dan anggaran sekolah RAKS, sebenarnya dana BOS integral dalam RAKS sesuai permen Diknas 37 tahun 2010.
Di samping itu, ada beberapa mata pelajaran seperti bahasa inggris diajarkan oleh dua orang guru. Sehingga guru mata pelajaran kesulitan mengukur standar penyampaian antara masing-masing guru.
Parahnya lagi, papar Zulkarnaen, oknum kepala sekolah setempat juga jarang hadir di sekolah lantaran sibuk mengurus busnya.
Kebijakan unik lainnya yang dilakukan kepala sekolah, ungkap Zulkarnaen,  yakni saat pembagian raport.
Penyerahan nilai siswa oleh guru, bersamaan dengan pembagian raport.
Menanggapi laporan warga, Kabid Dikdas Diknas Sumbawa, A Rahman, SPd menyatakan, pihaknya bersama tim akan turun ke lokasi guna meminta keterangan dari pihak terkait.
Rahman menjelaskan, jumlah guru yang wajib dimiliki SMP SATAP maksimal 6 orang dan seandainya kurang dapat diambil dari guru SD SATAP.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Sumbawa, Sambirang Ahmadi mengungkapkan, kejadian seperti ini banyak terjadi di Sumbawa khususnya di daerah terisolir.
Untuk itu masyarakat diminta untuk berperan aktif mengontrol setiap masalah yang ada, seperti penggunaan dana BOS, tenaga pendidik dan lainnya.